GMNI CIREBON DEMO HARI ANTI KORUPSI INTERNASIONAL

GMNI CIREBON DEMO HARI ANTI KORUPSI INTERNASIONAL
Jakarta 09 desember 2009

Rabu, 16 Desember 2009

SEMINAR NASIONAL GMNI CIREBON

Pemerintah Harus Berani Tunda Pembayarah Hutang

Sel, Mei 6, 2008
 Cirebon ( Berita ) :  Di tengah membengkaknya defisit APBN akibat tersedot subdisi BBM membuat Pemerintah harus berani meminta penundaan pembayaran hutang kepada negara donor, IMF dan Bank Dunia, daripada mengambil langkah termudah dengan menaikkan harga BBM.
“Rencana menaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) menunjukan pemerintah tidak kreatif dalam mengelola perekonomian negara. Pemerintah justru harus makin kreatif dan berani melakukan terobosan kebijakan yang tidak membebani rakyat,” kata Beni Susetyo, pakar ekonomi kerakyatan, di Cirebon, Senin [05/05].
 Berbicara dalam seminar nasional “Format Ekonomi Kerakyatan Indonesia, Menyikapi Gejolak Perekonomian Bangsa”  di Auditorium Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon, Beni mengatakan, salah satu langkah yang perlu diperjuangkan adalah penundaan pembayaran hutang dan pajak progresif bagi orang kaya.
 “Pemerintah harus berani mendesak negara pendonor untuk renegosiasi dan minta penundaan pembayaran hutang selama 25 tahun, seperti yang dilakukan Argentina.  Uang cicilan yang tertunda bisa untuk membuat program pemberdayaan masyarakat bidang energi,” katanya.
 Menurut dia, program energi alternatif seperti biodiesel dari jarak dan bioetanol dari singkong dan tebu harus bisa digenjot dalam waktu singkat agar bisa mengurangi subsidi BBM sekaligus pemberdayaan masyarakat.
 Selain itu, perlunya peningkatan pajak barang mewah seperti mobil dan rumah mewah, sehingga tidak membebani rakyat kecil.
 Seminar yang diselenggarakan GMNI Cirebon juga menghadirkan dua pembicara lain, Abdul Munim Dz, pengurus PBNU yang membidangi perekonomian dan Dani Setiawan, Koordinator Nasional Koalisi Anti Hutang.
 Abdul Munim justru pesimis pemerintah mampu merenegosiasi hutang karena selama ini pemerintah tidak punya keberanian, malah memilih tunduk pada keinginan lembaga internasional yang selalu mendikte.
 “Saya pesimis pemerintah punya keberanian melakukan itu, oleh karena itu pemerintah memilih skenario paling mudah namun berdampak fatal bagi rakyat, yakni menaikan BBM, padahal dampak ikutannya sangat luar biasa,” tutur dia.
 Sementara pada kesempatan terpisah anggota Dewan Perwakilan Daerah PRA Arief Natadiningrat mengatakan, saat ini banyak petani yang tergerak untuk ikut membuat industri kecil bioetanol dengan bahan baku singkong dan tebu, namun tidak mendapat dukungan yang baik dari pemerintah dan dunia perbankan.
 Ia menjelaskan, untuk menghasilan 300.000 liter bioetanol per bulan secara kontinyu hanya dibutuhkan sekitar 300 hektar lahan singkong yang sebenarnya bisa menggunakan lahan-lahan kritis dan lahan tidur.
 “Kampanye energi alternatif tidak dibarengi insentif bunga kredit bagi mereka yang akan terjun dalam  bidang energi alternatif,  sehingga program itu hanya jalan di tempat, hanya menjadi komoditi politik dan sulit terealisasi,” katanya.
 Menurut Arief, jika tidak ada keseriusan pemerintah menggarap dari bawah dan hanya menunggu “pemain besar” saja dalam bidang energi alternatif itu, maka lima tahun lagi di masyarakat bawah akan terjadi kelangkaan energi.
 “Mau beli minyak tanah terlalu mahal karena harga sudah tidak disubsidi, mau beli gas harus antri berhari-hari karena belum tentu ketersediaan gas ada sampai wilayah pelosok,” kata Arif yang juga Putra Mahkota Kesultanan Kasepuhan Cirebon. (ant )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar