JAKARTA (Pos Kota)- Mahasiswa yang tergabung Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), yang melakukan demo memperingati Hari Antikorupsi sedunia, di depan Istana Merdeka Jakarta Pusat, Rabu (9/12), sempat diwarnai aksi saling pukul dengan polisi.
Saling pukul dan tendang, antara mahasiswa dengan polisi berlangsung sekitar 3 menit, setelah seorang perwira turun tangan melerai keributan itu, barulah suasana terkendali.
Menurut keterangan, sebelum terjadi keributan, terlihat mahasiswa saling dorong dengan polisi. Diduga, polisi terpancing lalu terjadi saling pukul. Belum diketahui apakah ada korban terluka dalam kejadian itu.
Sementara itu, ada isu sejumlah toko di wilayah Menteng, dijarah oleh sekelompok pendemo. Namun, isu itu dibantah oleh Wakapolres Jakarta Pusat AKBP Ferli dam Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin ikut dalam aksi demo di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (9/12) siang ini.
Din Syamsuddin yang ikut berunjuk rasa dalam Kampanye Gerakan Indonesia Bersih (GIB), di depan Istana Negara, berharap jika aksi unjukrasa yang dilakukan hari ini, jangan diwarnai oleh aksi anarkis yang bisa memicu kekisruhan. Menurutnya, kampanye ini haruslah
berjalan dengan damai dan aman.
Selain Dim Syamsuddin, terlihat juga beberapa tokoh-tokoh lain seperti Effendi Gazali, Fadjoel Rachman dan beberapa massa dari organisasi dari Humanika, GMNI, Kompak, IMM, BEM UI dan sebagainya.
Di Medan, ribuan massa dari sejumlah elemen,mahasiswa,buruh, gelandang dan pengemis di Medan, Rabu (9/12), melakukan aksi demo dengan turun ke jalan yang semuanya meminta penuntasasn skandal Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp 6,7 triliun.
Tiga titik lokasi yang menjadi sasaran para pendemo adalah Bundaran Majestik depan lokasi hiburan M-City, Gedung DPRDSU/DPRD Medan dan Kantor Gubernur Sumatera Utara.
Dengan penuh semangat, mereka mengharapkan seluruh masyarakat bersama-sama perangi korupsi di negeri ini dan oknum koruptor tersebut dihukum mati. Aksi ini digelar dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia.
Seperti yang dilakukan massa Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sumut. Mereka melakukan aksi damai secara longmarch berjalan kaki keliling Kota Medan hingga berkumpul di kantor DPRDSU.
Menurut Syaiful Arifin, kordinator aksi, hingga kini kita prihatin pada nasib rakyat masih banyak yang sengsara, miskin akibat ulah pejabat yang korupsi. (samosir/silaen/deni/ir/sir)
Dipicu Aksi Penurunan Paksa Bendera Merah Putih
KEJAKSAN - Puluhan mahasiswa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Cirebon nyaris bentrok dengan petugas kepolisian dan Satpol PP ketika berusaha menurunkan paksa bendera merah putih saat melakukan unjuk rasa di halaman gedung DPRD Kota Cirebon, kemarin siang (30/12). Aksi mahasiswa berhasil dicegah anggota kepolisian dan Satpol PP. Namun, saat petugas berusaha menaikkan kembali bendera yang sudah sempat turun, dihalangi oleh mahasiswa. Kericuhan mereda saat pimpinan dewan menemui pendemo untuk mendengarkan aspirasi.
Kericuhan kembali terulang ketika polisi hendak membawa pelaku penurunan bendera untuk dimintai keterangan. Untungnya, ketegangan tidak berlangsung lama. Kapolresta Cirebon, AKBP Ir Ary Laksmana Wijaya turun tangan menenangkan anggotanya. Namun, seorang anggota dewan justru menghalangi kepolisian yang hendak menangkap pelaku penurunan bendera.
Kepada Radar di sela-sela aksi unjuk rasa, Kapolresta Cirebon, AKBP Ir Ary Laksmana Wijaya mengatakan, pihaknya akan memeriksa mahasiswa yang berupaya menurunkan bendera setengah tiang. “Yang namanya menurunkan bendera dengan paksa itu sudah merupakan makar. Jadi, kami akan memanggil dan memeriksa mahasiswa tersebut,” tandasnya.
DIKECAM
Demo menolak Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesi (GMNI) yang diwarnai insiden penurunan bendera merah putih disesalkan berbagai pihak. Salahsatunya Forum Komunikasi Putra/Putri Purnawirawan dan Putra/Putri TNI-Polri (FKPPI) Kota Cirebon. Sekretaris FKPPI, Herawan Effendi mengatakan, di zaman demokrasi seperti sekarang ini siapa saja boleh menyampaikan aspirasi. Tetapi, tentunya harus dilakukan dengan etika dan tidak melanggar hukum.
Menurut Herawan, penurunan simbol negara seperti bendera merah putih tidak pantas dilakukan apalagi oleh mahasiswa. Karena, mereka adalah orang-orang berpendidikan dan merupakan calon intelektual bangsa. “Itu harus menjadi catatan, apalagi aksi penurunan bendera ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan tuntutan mereka yang menolak UU BPH,” katanya.
Untuk itu, dirinya sangat setuju aparat kepolisian menindak tegas mahasiswa. Sehingga, itu menjadi bahan pelajaran bagi semua dan tidak terulang lagi di kemudian hari. “Kalau tidak salah mahasiswa akan dipanggil Polresta. Aparat cukup tanggap ketika ada pelanggaran hukum,” ujarnya.
Menurut Herawan, seharusnya mahasiswa bisa memanfaatkan aksi demo itu dengan sebaik-baiknya. Terlebih lagi aparat kepolisian sendiri sudah memberikan izin. (rdh/ras)
Sumber : radarcirebon.com