GMNI CIREBON DEMO HARI ANTI KORUPSI INTERNASIONAL

GMNI CIREBON DEMO HARI ANTI KORUPSI INTERNASIONAL
Jakarta 09 desember 2009

Senin, 14 Desember 2009

SIKAP POLITIK

SIKAP POLITIK
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

M E R D E K A !!!
Pemerintahan SBY-Boediono semakin lama semakin memperlihatkan wujud aslinya sebagai Rezim Orde Baru jilid II yang telah menjadi perpanjangan tangan dan antek dari kekuatan-kekuatan Neo Liberal (NEOLIB). Rezim yang berorientasi pada kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat ini semakin memperkaya diri dan memperlebar jurang kemiskinan dengan kaum Marhaen dan membuat bangsa Indonesia melenceng jauh dari cita-cita utamanya yaitu untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kebobrokan rezim ini semakin diperparah dengan membiarkan kondisi kebangsaan kita yang semakin Liberal. Sistem ekonomi dan politik liberal yang diadopsi mentah-mentah oleh rezim akan semakin membawa kita kedalam kehancuran.
Bobroknya lembaga-lembaga hukum di era SBY - Boediono yang juga menjadi persoalan bangsa hari ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya gagal dalam melakukan reformasi hukum sebagaimana yang dijanjikan dalam program 100 hari, akan tetapi juga gagal dalam menciptakan penegakan hukum yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Institusi hukum hari ini tidak lagi dapat dipercaya oleh rakyat sebagai lembaga yang independen yang dapat meletakkan setiap warga negaranya dalam kedudukan hukum yang sama, apalagi semenjak terkuaknya kehadapan publik bahwa dalam institusi hukum terdapat banyak markus-markus (makelar kasus) yang berkeliaran. Di sisi lain, banyak kasus-kasus kecil yang dieksekusi oleh pengadilan, seperti kasus nenek minah yang divonis 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao dan kasus Prita Mulya Sari yang divonis denda 204 juta, sedangkan berbagai kasus besar seperti kasus KPK-Polri hingga kasus Bank Century tidak mampu dituntaskan. Ini menjadi bukti bagi rakyat bahwa hukum ternyata hanya berlaku pada rakyat kecil akan tetapi tidak berlaku terhadap ‘warga negara kelas atas’ seperti para koglomerat, koruptor, penegak hukum, menteri, Wakil Presiden maupun Presiden, sehingga kemudian institusi hukum dimata rakyat semakin lemah dan tidak dipercaya.
Indikasi adanya konspirasi besar yang dilakukan oleh rezim sebagai upaya untuk menutupi kasus talangan dana Bank century, semakin membuat citra institusi penegakan hukum di mata rakyat terpuruk hingga ke titik paling rendah. Kriminalisasi terhadap para pimpinan KPK, hingga munculnya konflik antara ‘cicak vs buaya’ menunjukkan adanya indikasi untuk secara sistematis Rezim orde baru jilid II ini melemahkan institusi penegakan hukum, sehingga kasus Bank Century akan dapat diungkapkan. Uang rakyat sebesar Rp.6,7 Triliun yang dirampok dengan dalih penyelamatan Bank Century tersebut disinyalir mengalir ke dalam TIM sukses pemenangan SBY – Boediono pada Pemilu 2009 yang lalu.
Aroma busuk perampokan uang rakyat dalam kasus Bank Century perlahan mulai tercium. Kebijakan penyelamatan Bank Century melalui baill out dengan alasan krisis ekonomi global terbukti merupakan kebohongan besar dan terindikasi sebagai upaya untuk menutupi adanya perampokan sistemik yang melibatkan Sri Mulyani (Menteri Keuangan) dan Boediono (Gubernur BI pada saat itu). Kebijakan ini pun diambil tanpa sepengetahuan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, yang bertugas untuk mengambil kebijakan pada saat itu ketika Presiden sedang menghadiri pertemuan OPEC di Kuwait. Jusuf Kalla juga telah menuturkan bahwa kebijakan itu tidak dapat dibenarkan. Ketidakmampuan SBY sebagai kepala negara dalam menangani persoalan Bank Century inilah yang membuat perampokan uang rakyat tersebut berlangsung secara mulus.
Lambannya kinerja lembaga PPATK disinyalir merupakan sebuah upaya rezim dalam rangka menyembunyikan bukti aliran dana century, sehingga perampokan uang rakyat yang diduga melibatkan ‘lingkaran dalam istana’ tidak dapat terungkap. Sampai hari ini PPATK baru mampu mengungkapkan 116 transaksi senilai Rp.146,7 milliar dari 51 nasabah, padahal total nilai transaksi sebesar Rp.6,7 Trillun.
Sementara itu upaya penuntasan kasus Bank Century melalui Panitia Khusus Hak Angket di DPR RI sepertinya juga telah ‘masuk angin.’ Koalisi partai politik pendukung rezim SBY – Boediono tidak serius untuk mengungkap skandal ini karena telah menjadikan kasus ini sebagai alat bargaining kekuasaan. Ketidakseriusan ini nampak dalam proses pemilihan Ketua Panitia Khusus Hak Angket Bank Century yang merupakan konsensus dari partai – partai koalisi pendukung rezim.
Oleh sebab itu, melihat kondisi sebagai berikut :
1. Ketidakmampuan dalam menuntaskan kasus dana talangan Bank Century
2. Adanya rekayasa hukum terhadap institusi pemberantasan korupsi
3. Semakin terpuruknya institusi penegakan hukum
4. Tidak berjalannya program 100 hari rezim SBY – Boediono
5. Kondisi kebangsaan yang semakin liberal
6. Gagalnya SBY – Boediono dalam menyelesaikan krisis kebangsaan dan mensejahterakan rakyat

maka dengan ini, GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA menuntut

“TURUNKAN SBY – BOEDIONO“


MARHAEN MENANG !!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar